Senin, 14 November 2011

SUARA ANGIN UNTUK "KEISHA"


Jepang- musim dingin yang cerah.Dingin nya terasa sampai ke tulang rusuk.Butiran-butiran salju turun dengan teratur. Butiran-butiran lembutnya yang berwarna keperakan menempel pada mukaku dan muka Keisha.Kami berdiri di suatu bukit yang tinggi.Keisha menggelayut manja dilenganku.
Dari  tempat kita berdiri sampai di tanah bawah sana,terlihat lereng landai yang membentang,memantulkan sinar matahari,hamparan salju terlihat seperti cermin. Aku sudah siap dengan papan luncur.
“Mari kita meluncur,Keisha!” pintaku. Keisha tampak sangat ketakutan. “Satu kali saja,Kei..!Percayalah,kita akan selamat dan tidak akan terjadi apa-apa.”
Keisha tetap saja takut.Baginya lereng dari tempatnya berpijak sampai ke dasar bukit itu adalah jurang yang sangat terjal dan menakutkan. Di saat aku mengajaknya naik papan luncur, Keisha menengok ke bawah dengan gemetar.Semangatnya runtuh seketika.Bagaimana kalau dia jatuh dan mati.Keisha terlihat sangat stress.
“Ayolah,Keiii!!! Sekali saja…” Aku memohon. “Kamu tidak perlu takut begitu. Kau terlihat sangat menyedihkan. Kau terlihat seperti pengecut. “
Keisha akhirnya menyerah.Tapi wajahnya tidak bisa menyembunyikan rasa takutnya. Aku membantunya naik dan duduk di papan luncur.Keringat dingin bercucuran dan badannya gemetaran luar biasa.Kemudian aku merangkulnya,memeluknya erat dan kita berdua meluncur menuruni ngarai yang dalam itu.
Papan luncur meluncur bagaikan peluru,Udara yang terbelah oleh papan luncur menampar wajahku dan wajah Keisha, suaranya menderu-deru,berdenging-denging di telinga, mencabik-cabik kami,menggigit kami dengan kejam dalam kemarahannya,seperti ingin memisahkan kepala dari badan kami.
Kami kesulitan bernafas akibat tekanan angin, Seolah-olah ada setan yang mencengkeram kami dengan cakarnya dan hendak menyeret kami ke neraka. Pohon-pohon cemara di kanan kiri kami yang sudah tertutup salju berubah menjadi satu jalur yang panjang dan bergerak cepat…. Di sisi lain sepertinya kita akan hancur.
Ai Shi Teru,Keisha….. Aku cinta padamu..” ! Kataku pelan.
Gerakan papan luncur semakin pelan.Deru angin dan bunyi gesekan landasannya tidak mengerikan lagi.Sekarang kami sudah tidak kesulitan bernafas dan kami sampai di dasar lembah. Keisha pucat pasi,mukanya seperti mayat hidup,hampir tidak bernafas.Aku membantunya turun dari papan luncur.
“Jangan sekalipun membujukku naik papan luncur lagi!!!” Ujarnya sambil memandangku dengan mata membelalak ketakutan. “Aku tidak mau lagi.Aku hampir mati.”
Sesaat kemudian Keisha sudah bisa menguasai diri dan menatapku penuh curiga.. ingin tahu apakah aku benar-benar mengucapkan “ai shi te ru Keisha” sekaligus 3 kata “aku cinta padamu,”… ataukah hanya khayalannya di tengah-tengah deru angin. Aku berdiri di sampingnya sambil menyulut rokok,pura-pura tidak melihatnya.
Setelah merasa cukup tenang,aku mengajak Keisha berjalan-jalan di dekat bukit es, sepanjang perjalanan Keisha menggelayut manja di lenganku.Keisha terlihat tidak tenang,berkali-kali menatap ke arah wajahku, seakan-akan membuat pertanyaan….”Naden,apa kau tadi mengucapkan kata-kata cinta?apa kau tadi mangatakan ai shi te ru Keisha?apa kau tadi mengatakan aku cinta padamu,? Ya atau tidak? Ya atau tidak? Itu pertanyaan yang sangat penting,pertanyaan paling penting di dunia ini. Tapi kata-kata itu tak keluar dari mulut Keisha,hanya tersimpan rapi di hatinya. Keisha terus saja gelisah,menatap sedih ke wajahku dengan tatapan menghujam; dia menunggu jawabanku apakah aku mengucapkan kata-kata itu.Aku mempermainkan perasaan pada wajah manis itu,aku pengecut. Keisha ingin mengatakan sesuatu.Mengajukan pertanyaan,tapi Keisha tidak menemukan kata-kata…..dia perempuan,hanya bisa menunggu.Ia merasa canggung ,ketakutan dan terganggu dengan kegirangannya..
Naden….,,, aku mau minta sesuatu…”ujarnya tanpa memandangku.
“Ya..?’’tanyaku
“Mari meluncur lagi..”
Aku kaget sekaigus bahagia.Kita merangkak menaiki bukit es itu lagi. Kubantu Keisha menaiki papan luncur,wajahnya pucat dan gemetaran.
“Kamu serius Keisha??” tanyaku memastikan
“Ya, aku merasa angin berkata –kata padaku….”
Aku tersenyum…dan akhirnya kita kembali meluncur menuruni ngarai yang mengerikan… Kembali angin menderu dan landasan papan luncur mendesing…. Dan kembali ketika papan meluncur dengan kecepatan paling tinggi dan angin mengeluarkan suara paling gaduh, aku kembali berkata pelan..
Ai shi te ru,Keisha….. Aku cinta padamu…”
Papan luncur berhenti.Keisha melemparkan pandangannya ke bukit yang baru saja kami turuni,kemudian menatap wajahku lama-lama, mendengarkan suaraku yang tak peduli dan tanpa gairah… Dan seluruh badannya yang mungil,setiap jengkal dari badannya,bahkan sarung tangan bulunya,dan tutup kepalanya megungkapkan kebingungannya yang teramat sangat, dan di wajahnya tertulis “Apa-apaan ini? Apa artinya semua ini? Siapa yang mengucapkan kata-kata itu? Apakah lelaki ini ? Anginkah? Atau hanya khayalanku?”
“Kei…mari kita pulang!!” Ajakku… Aku benar-benar pengecut.
“Aku suka meluncur…” Katanya dengan pipi kemerahan. “Bagaimana kalau kita meluncur lagi?”…
Dia “suka” meluncur? Tetapi sewaktu naik papan luncur itu,sebagaimana sebelumnya,wajahnya pucat pasi dan badannya gemetaran,hampir tidak dapat bernapas karena ketakutan..
Kita meluncur untuk ketiga kalinya dan kulihat dia menatap wajahku dan mengawasi bibirku. Tetapi aku menutupi mulutku dengan sapu tangan,terbatuk dan ketika sampai di tengah-tengah bukit, aku berhasil mengucapkan lagi;
“Ai shi te ru, Keisha…. Aku cinta padamu…!!”
Dan misteri itu tetap misteri.Dan aku tetap menjadi pengecut. Keisha terdiam,memikirkan sesuatu…. Aku mengantarkannya pulang, ia berjalan sangat pelan dan terus menunggu ingin tahu…. Apakah aku ingin mengucapkan kata-kata itu padanya dan kulihat bagaimana jiwanya menderita,berusaha untuk tidak mengatakan kepada dirinya sendiri:
“Tidak mungkin angin yang mengucapkan kata-kata itu! Tidak mungkin itu suara angin. Dan aku tidak ingin angin yang mengucapkannya!”
Keesokan paginya aku mendapat pesan pendek dari Keisha :”Jika kau akan naik papan luncur hari ini,jemputlah aku.
Dan sejak saat itu ,hampir setiap hari aku selalu naik papan luncur dengan Keisha. Dan setiap kita meluncur di atas papan luncur, aku mengucapkan kata-kata yang sama “ Ai shi te ru,Keisha…..Aku cinta padamu !”
Akhirnya Keisha terbiasa dengan kata-kata itu bagaikan mencandu morfin. Keisha tidak dapat hidup tanpa kata-kata itu. Benar bahwa meluncur  menuruni bukit es membuatnya ketakutan seperti sebelumnya,tetapi sekarang ketakutan dan bahaya itu memberikan pesona yang aneh pada kata-kata cinta, kata-kata yang seperti sebelumnya merupakan misteri dan sangat mengusik jiwanya. Dua hal yang masih di curigainya…”angin dan diriku”…yang mana dari kedua hal itu yang mengucapkan kata-kata cinta untuknya.Ia tidak tahu…dan aku tetap akan menjadi pengecut,karena aku tidak ingin menerjang perbedaan bendera,agama juga adat.
Tetapi jelas sekarang Keisha tidak peduli : dari gelas mana orang minum,bukan masalah meskipun minuman itu memabukkan.
                                           *****                                   
Pada suatu siang yang lain,aku bermain skating sendirian. Berada di antara orang banyak, dari jauh kulihat Keisha naik ke bukit es sendirian dan mencari-cari aku.Kemudian dengan rasa takut dia menaiki tangga.Dia takut naik sendirian… alangkah ketakutannya dia. Wajahnya seputih salju,pucat pasi,badannya terlihat gemetaran,seakan-akan sedang menuju tiang gantungan.
Tetapi dia terus saja berjalan dan berjalan dengan pasti tanpa menoleh ke belakang. Jelas Keisha ingin membuktikan: apakah kata-kata yang menakjubkan dan manis itu akan terdengar bila aku tidak berada disana. Hatiku miris.. dan aku memilih tetap menjadi pengecut.
Kulihat Keisha dengan wajah pucat dan kedua bibir terbuka penuh rasa takut,naik papan luncur,menutup mata dan setelah mengucapkan selamat jalan pada dunia…. Dia meluncur….”Whhhrrrrr….”… Landasan papan luncur itu mendesing.Apakah Keisha mendengar kata-kata itu,aku rasa tidak. Aku melihat dia turun dari papan luncur itu tampak pusing dan kelelahan. Dan dari wajahnya ketahuan,dia tidak tahu apakah dia mendengar sesuatu atau tidak. Rasa takut ketika meluncur turun telah menghilangkan semua kemampuan mendengar,membedakan dan memahami bunyi.
Akhirnya tiba bulan Maret. Sinar matahari musim semi bersinar lebih ramah.Bukit es itu berubah gelap,kehilangan sinar putihnya dan akhirnya meleleh.Kami berhenti main papan luncur.Sekarang tidak ada tempat bagi Keisha yang malang untuk mendengar kata-kata itu dan sebenarnya tidak akan ada lagi orang yang mengucapkannya.Aku akan kembali ke Indonesia, mungkin selamanya dan tidak ada angin yang mampu menerbangkan kata cinta sejauh Indonesia-Jepang.
Kebetulan satu hari sebelum keberangkatanku,di waktu senja aku duduk di taman kecil yang dibatasi pagar tinggi berduri dengan halaman rumah Keisha.Udara masih sangat dingin dan masih ada sisa-sisa salju di dekat tumpukan sampah.Pepohonan yang kemarin tampak mati sudah tercium bau musim semi.
Kudekati pagar itu dan berdiri cukup lama mengintip lewat sebuah lubang.Kulihat Keisha berjalan keluar rumah menuju serambi dan memandang langit dengan pandangan sedih penuh kerinduan.Angin itu mengingatkannya pada angin yang menderu menerpa kami di bukit es ketika di dengarnya kata-kata cinta itu. Dan wajahnya berubah menjadi sangat,sangat sedih,sebutir air mata mengalir di pipinya, dan gadis malang itu menjulurkan kedua tangannya seolah-olah memohon angin untuk membawa kata-kata cinta itu lagi. Dan menunggu kedatangan angin,aku berkata dengan suara pelan:
“Ai Shi Te Ru ,Keisha…. Aku cinta padamu…!!”
“Terimakasih,angin…” Dan terjadi perubahan pada wajah Keisha. Ia berteriak,seluruh wajahnya berseri-seri dan tampak senang ,bahagia dan cantik, kedua tangannya dia julurkan untuk menyambut angin…
Dan aku yang seorang pengecut…. Pergi untuk berkemas-kemas….
                          *******                      
Itu sudah lama berlalu.Sudah hampir 25 tahun.Sekarang Keisha sudah menikah. Dia menikah, tidak masalah pilihannya sendiri atau bukan dengan seorang mekanik,dan pastinya setanah air dan seagama dengan Keisha.
Bahwa kami pernah pergi naik papan luncur dan bahwa angin membawa kata-kata “Ai shi te ru,Keisha…Aku cinta padamu..” Tidak akan terlupakan,peristiwa itu baginya sekarang merupakan memory paling indah,paling menyentuh,dan paling membahagiakan dalam hidupnya.
Tetapi di masa tuaku ini,aku tidak mengerti mengapa kuucapkan kata-kata itu… apa tujuanku ?? Aku hanya pengecut yang sudah terlambat 25 tahun. Seandainya aku bukan pengecut,seandainya aku mampu menerjang agama,Negara,adat istiadat..mungkin aku sekarang akan menjadi orang yang paling bahagia se-Jepang… “Ai Shi Te Ru.Keisha….. Aku cinta padamu… dan semoga angin membawa kata-kata cintaku”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar